04 November 2008

Beda dengan Selera Pasar 2

Nah... kalau yang ini benar-benar berbeda dengan selera pasar, sekaligus barangkali berguna buat umat manusia dan bumi ini.  Mungkin bagus kalau semangat ini memasyarakat... hanya saja... kalau mau memasyarakatkan sesuatu kan harus dimulai dari diri sendiri.... aku, terus terang, tentu saja, tidak berani. 


Petikan dari sebuah website, entah dimana, lupa:

Kaul kemiskinan adalah kaul di mana kaum religius merelakan kepemilikan atas harta duniawi dan saling berbagi dalam segala sesuatu, agar mereka dapat menemukan “harta” mereka di surga. “Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” (diambil dari salah satu kitab suci)
POVERTY - A religious chooses to share all in common rather than have personal ownership of material goods. In the face of a materialistic, consumer culture where one’s value is often determined by earning power or the acquisition of wealth, poverty testifies to our dependence upon God as the source of all gifts and our solidarity with one another, especially the poor. When so many are ignoring people who are on the fringes of society, religious with a vow of poverty can connect with the poor, work with them and speak about their needs and concerns.

05 August 2008

Community Logging may Address Deforestation

Indonesia is the third biggest contributor to global warming after the United States and China, adding to the country's position as having the highest deforestation rate in the world. But on the other hand, Indonesia also wants to form Forestry Eight, which will propose Avoided Deforestation (AD) as a way to mitigate climate change.This is more or less taking up a position leading up to the United Nations conference on climate change to be held in Bali in December, which will have as its main agenda discussions on how to achieve Reduced Emissions from Deforestation (RED). As reported by Stern Review (2007), deforestation produces 18 percent of global greenhouse gasses, higher than emissions from the global transportation sector.

Read More...

REDD, Redemption or Real Action?

BOGOR, West Java (JP): REDD is the latest acronym in climate change town. It stands for reducing emissions from deforestation and forest degradation and is also now the hottest show leading up to the next UN climate meeting. One of the strongest advocates is the UN climate meeting host, Indonesia, as deforestation and forest degradation is believed to contribute 20 percent of global greenhouse gas emission.

Read More...

13 May 2008

Salam dari Les, 12 Mei 2008

Bape, Meme, Nengah, Eka, Pak Gede, Surya, Made, Nari, Chik, Roma, Takur, Pak Nengah, Suma, Budi, dan lain-lain semua menyampaikan salam buat Alex, Wawan, Onte, Abdon, Ndaru, Hapsoro, Debi, Maringi, Budi, Imran, dan lain-lain...yaitu semua teman-teman di Telapak, baik yang di Bogor maupun di Kendari, Palu, dan di mana mana saja.

Teman-teman di Les bilang mereka baik-baik saja. Memang harga-harga kebutuhan hidup pada naik, perekonomian gak tentu, cuaca gak tentu, dan lain-lain dan lain-lain... akan tetapi semua baik-baik saja dan....istilahnya... enjoy aja! Jadi, tuak dan arak tetap mengalir. Sekali-sekali bir. Sekali-sekali genjekan. Sekali-sekali turun ke laut. Dan lain-lain...

Bahkan Nengah Arsana sudah punya agenda untuk upacara besar di pura keluarga juli atau agustus ini. Mungkin potong babi empat. Bape berkali-kali ingatkanku untuk hadir.

Aku baru pulang dari sana setelah menginap dua malam. Aku bersama rombongan LSM dari Filipina dan Papua yang sedang tukar belajar tentang kewirausahaan dan tentang kegiatan perikanan. Les menarik, kata mereka. Kemarin dan hari ini mereka meneruskan belajar, yaitu tentang Video, sama Nanang.

Palu Harusnya Masuk Guinness World of Record

Thursday, May 08, 2008

Itu mauku. Setelah 5 kali pergi ke Palu sejak yang pertama dulu, tahun 1999. Kunjungan terakhir yang hampir sepuluh hari menegaskan kecurigaanku bahwa memang Palu harus didaftarkan ke dalam buku rekor dunia itu. Rekor apa? Rekor nongkrong… Menurut penelitianku, rata-rata orang Palu, khususnya para aktivis dan LSM nya, rata-rata nongkrong-ngobrol-ngopi selama 18,74 jam per hari. Angka ini jauh di atas angka rata-rata nasional, yang menurut BPS adalah 3,64 jam per hari, dan angka rata-rata dunia 0,32 jam per hari.Akibatnya bagi Kedai Telapak di Palu, yang baru saja dibuka, adalah harus punya banyak karyawan yang kuat melek. Paling cepat tutup kedai adalah jam 04.00. Agus Kedai, yang dikirim dari Bogor khusus untuk menyajikan kopi, yang menjadi pioneer di Kedai Telapak-Palu mengatakan, “Saya akan mengajak Serikat Pekerja Kedai Seluruh Indonesia (SPKSI) untuk berunjuk rasa meminta perbaikan fasilitas kerja. Kami minta para pengusaha Kedai menyediakan batang korek api dan selotip agar kami para pekerja Kedai bisa menyangga mata kami saat lewat tengah malam dan masih harus melayani para penongkrong-pengobrol-pengopi!”Kedai Telapak di Palu sendiri juga mungkin bisa masuk ke Buku Rekor Dunia itu. Yaitu untuk kecepatan buka usaha. Waktu pertama datang, Wisnu, Eki dan Agus F (d/h Agus Marxist) langsung bekerja seperti setan. Beli cat warna hijau yang terkenal itu. (Satu kaleng cat 5 kg yang dibawa wisnu dari bogor ternyata ditahan petugas pemeriksaan di Bandara Soekarno-Hatta. Nampaknya para petugas bandara sedang punya proyek pengecatan rumah masing-masing dengan berbagai macam warna cat sitaan dari para calon penumpang). Kemudian mengecat-mengecat-mengecat. Para seniman cat lokal di antara nya adalah Joko Gimbal, Farid Krempeng, Fahmi Dukun, Sumadi Direktur, DikDik Kopyah, dll. Terus panggil tukang kayu dan membuat meja bar dengan bahan lokal, kerapian lokal, dan kecepatan lokal. Persis 5 hari kemudian meja bar sudah selesai, beserta bangku panjang, kursi-kursi, meja-meja, dan neon sign. Ini mungkin juga baru pertama di dunia, neon sign dengan kerangka bahan dari kayu kamper.Jadi ternyata, Kedai Telapak di Palu adalah contoh co-investment: tabung gas dan sebagian piring-sendok adalah investasi Ibunya Wisnu, sebagian meja adalah investasinya Yayasan Rosontapura, istrinya Pak Sumadi menyediakan jajanan pasar dan berbagai ube rampe keperluan selamatan pembukaan, tenaga kerja adalah investasi dari banyak teman penongkrong-pengobrol-pengopi, wisnu menginvestasikan sebagian tabungannya untuk modal belanja, dan Telapak/PT PNU berinvestasi lain-lainnya. Rupanya model investasi ini juga dicontoh oleh rekan-rekan yang sedang bekerja bersama masyarakat nelayan dan membangun usaha perikanan di sana. Ferdie, Nael, Mas’ud dan Agus Faisal berhasil menggalang investasi dari Kakak Haji untuk modal usaha dan modal awal koperasi (kalau gak salah sampai Rp 50 juta), Pak Kepala Desa Pangalaseang mengalokasikan Rp 500 ribu untuk konsumsi dan akomodasi pertemuan-pertemuan dan pelatihan, dan Pak Tawakkal (Kepala Dinas Perikanan Kab. Donggala) berkomitmen menyumbangkan 2 buah ketinting dan satu buah kapal 15 ton, Yayasan Rosontapura sendiri sudah keluarkan sekitar Rp 15 juta untuk biaya-biaya transportasi dan akomodasi tim, juga untuk pembelian peralatan-peralatan pelatihan. Telapak dan PT PNU di Bogor sejauh ini hanya keluarkan dana untuk transportasi dari Bogor, Manado, dan Bali ke Palu.Mari dukung Palu untuk masuk Guinness World of Record! Tanpa bermaksud mencuri atau merampok, gambar di atas hanyalah untuk illustrasi saja, diambil aslinya dari sini
Posted by Perkumpulan Telapak at 11:00:00 AM
Labels: ,